Titisan sang Laskar Petani

Posted by Unknown Selasa, 21 Januari 2014 0 komentar
Episode 3 ( transparan)
Selang waktu satu minggu, acara perkenalan sudah berlalu. Saatnya hijrah dari seragam putih biru ke putih abu. Saat-saat bahagia karena menyadari mulai hari ini aku resmi menjadi murid SMA. Konon katanya masa-masa paling indah di sekolah adalah di SMA. Dan kini aku akan membuktikan masa indah itu mulai dari sekarang, kemudian berlangsung setiap hari sampai nanti aku lulus dari sekolah ini. Hari yang indah dengan dimulainya matahari pagi yang mulai tersenyum pada dunia, sinarnya yang hangat membawa hawa dingin terus menjauhi pori-pori kulit. Pagi ini semangat baru terpatri di dalam hati, semangat ini timbul dari sebuah celana panjang berwarna abu-abu, karena warna ini melambangkan bahwa aku siap untuk melangkah menuju kedewasaan, mulai berpikir mana yang baik dan tidak, ataupun mana yang berguna serta memberi manfaat di mana juga yang sia-sia. Aku langkahkan kaki dengan sejumlah doa yang menemani, mudah-mudahan semua langkah yang aku pijakan menjadi berkah dan semoga dengan diiringi doa aku akan dimudahkan dalam segala urusan, terutama proses menyerapnya ilmu yang akan aku gali bersama guru-guru di sekolah
Jam pelajaran yang pertama adalah matematika, dulu waktu di MTS pelajaran ini yang paling aku benci. Selain karena , yang tidak menyenangkan, juga cara penerangan yang bertele-tele, puter sana, puter sini. Jadi ilmu yang menyerapnya pun harus berputar-putar terlebih dahulu. Berbeda sekali dengan sekolahku yang baru, matematika serasa gampang di hitung, seperti bayi yang lagi makan bubur, mudah sekali dicerna. Penjelasan yang sederhana tapi masuk ke inti penyampaian yang luar biasa. Sekarang matematika bukan lagi musuhku di sekolah, melainkan teman yang siap aku sapa setiap dia datang.
"Hai kawan, aku siap untuk kau cumbu" Kata matematika renyah
"Ayo, kemarilah sayang, aku akan menyentuhmu dengan mesra" Ucapku balik
"Hahaha, aku siap untuk kau apa-apakan. Bersenang-senanglah dengan semua kenikmatan ini"
Aku sangat bernafsu sekali untuk segera menyetubuhi si matematika yang penuh gairah itu. Nafsuku membara disetiap angka dan nominal yang telah kau pilih. Bila aku kurang puas dengan mu hari ini, maka akan ku tambah sekuat otakku mampu memuaskanmu, dan pada akhirnya kita akan puas sama-sama, dengan semua yang telah kau relakan padaku, pertambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan rumus-rumus, itu semua kenikmatan yang engkau berikan, maka aku akan mengigatmu dikala nanti butuh pertolongan pada saat-saat mendebarkan.
Mencintai apa yang biasa kita benci itu memang sulit, tapi itu adalah sebuah kedok yang selalu menghantuimu, jadi hacurkanlah kedoknya dan gantilah dengan segenap kemampuanmu. Dengan begitu akan terasa lebih mudah, sebab dengan cinta seberat apapun tugas yang akan dikerjakan, maka dengan adanya cinta disana akan sangat mudah terselesaikan seolah tanpa melakukan apapun. Kekuatan cinta dapat mengikat sesuatu yang tidak mungkin jadi sangat mungkin. Mengubah suatu yang berat menjadi ringan. Menjadikan yang mustahil menjadi nyata. Kadang cinta bisa membuat orang jadi gila, ya gila akan pertaruhan harga diri demi yang dicintainya. Dengan begitu kecintaan pada matematika dapat merubah pandangan seram jadi pemandangan indah, yang setiap saat bisa dinikmati setiap saat.
Di sekitar bangunan sekolah, banyak tumbuh pohon, ada pohon rambutan, manggis, pisang, duku, sirsak, jambu, pepaya, tomat, mentimun, dan pohon salak juga ada. Sekilas dari sekian banyaknya pohon di sekolah, nampak sekali suasana alami yang tergambar. Saat belajar, terkadang ada burung ataupun tupai yang sekedar bermain-main di belakang gedung. Hinggap di dahan dan kembali terbang karena terganggu akan kedatangan tupai jantan yang kejar-kejaran dengan betinanya. Tak ketinggalan juga kucing-kucing milik pak kepala sekolah, mereka asik berlalu-lalang, dengan gayanya yang lucu dan menggemaskan. Kenapa di sekolah ada kucing pak kepsek? Karana memang rumah pak kepsek dengan sekolah sangat dekat sekali. Bahkan hanya beberapa meter saja, dan ia juga menjadikan rumahnya sekaligus menjadi kantor sekolah. Suasana itu sangat jelas terpampang dengan mata telanjang, kaca sekolah yang transparan juga memperjelas pandangan pada pemandangan tersebut, bahkan karena transparan itulah, tiupan angin berkali-kali masuk menabrak kami di dalam kelas. Ac alami dari alam dengan membawa bau dedaunan hijau sangat segar terhirup, hawa panas yang terpancar sirna dibawa angin meninggalkan kelas. Adapun kalau musim hujan, angin juga membawa bulir-bulir air dari langit. Mereka berebut masuk dari kaca jendela, dan membuat meja ataupun kursi yang berdekatan bisa basah. Tahu kah kalian? Kelasku ada empat jendela dan semuanya masih tanpa kaca, itulah yang dimaksud kacanya yang transparan...hehehe.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Titisan sang Laskar Petani
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://cumafiksi.blogspot.com/2014/01/titisan-sang-laskar-petani_21.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Cara Buat Email Di Google | Copyright of Cuma Fiksi.