Rosulullah SAW Dan Pengemis Yahudi

Posted by Unknown Rabu, 15 Maret 2006 0 komentar
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi
buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap
orang yang mendekatinya, "Wahai saudaraku.. jangan
dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu
pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian
mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya".


Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW
mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa
berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan
makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan
pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya
itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan
hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW praktis tidak ada
lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada
pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat
Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah
anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan
merupakan istri Rasulullah SAW dan beliau bertanya
kepada anaknya itu, "Anakku, adakah kebiasaan
kekasihku yang belum aku kerjakan?".

Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah
seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu
kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali
satu saja"

"Apakah itu?", tanya Abubakar RA.

"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung
pasar dengan membawakan makanan untuk seorang
pengemis Yahudi buta yang ada di sana", kata Aisyah
RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan
membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu.
Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan
makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai
menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik,

"Siapakah kamu?".

Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa".


"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa
mendatangiku", bantah si pengemis buta itu.

"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini
memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang
yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi
terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah
itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan
perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia
menangis sambil berkata kepada pengemis itu,

"Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu.
Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang
yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad
Rasulullah SAW".

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis
mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian
berkata,

"Benarkah demikian? Selama ini aku selalu
menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku
sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan
setiap pagi, ia begitu mulia.."

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat
di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari
itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani
kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW? Atau adakah
setidaknya niatan untuk meneladani beliau?

Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus
persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani
sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita
sanggup melakukannya.

Baca Selengkapnya ....

Nilai seikat Bunga

Posted by Unknown Selasa, 14 Maret 2006 0 komentar
Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.

Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata,
"Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu? Tolonglah Pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!"


Penjaga kuburan itu menganggukan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu.

Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata,

"Saya Ny. Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."

"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda." jawab pria itu.

"Apa, maaf?" tanya wanita itu denga gusar.

"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.

Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.

Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.

Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.

"Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny. Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal.

Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia.

Sampai saati ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!"

Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.



copied from : cetivasi mailing list
sender : Nadia


Baca Selengkapnya ....

Kisah : Antara Memberi Dan Menerima

Posted by Unknown Senin, 06 Maret 2006 0 komentar
Alkisah, dua setan cilik menghadap Raja Neraka begitu mereka meninggal.
Setelah melihat buku catatan tentang kebaikan dan kejahatan kedua orang
ini, Raja Neraka berkata, "Semasa kalian hidup, tidak ada kejahatan besar
yang kalian lakukan. Maka pada kelahiran mendatang, kalian akan tetap
menjadi manusia. Kalian akan menjadi saudara. Tapi salah satu dari kalian
akan menjalani hidup 'memberi', sedang yang satu lagi, menjalani hidup
'menerima'. Siapa yang mau menjalani hidup 'menerima?'.



Mendengar pertanyaan itu, setan cilik yang pertama berpikir dalam hati:
"Menjalani hidup menerima tidak akan menderita bahkan menyenangkan."

Setelah berpikir demikan ia bergegas menjawab, "Raja Neraka, izinkanlah
saya menjalani hidup hanya dengan menerima."

Melihat A berujar demikian, B sama sekali tidak iri. Bahkan ia berpikir,
Menjalani hidup memberi berarti selalu membantu orang lain. Suatu perbuatan
yang mulia! Tanpa ragu- ragu, B berkata, "Raja Neraka, saya rela menjalani
hidup memberi."

Setelah mendengar jawaban kedua setan cilik itu, Raja Neraka mencatat
penentuan masa depan keduanya dan berujar, "B, karena kau memilih hidup
memberi, maka engkau akan menjadi orang kaya yang dermawan, suka beramal dan
menolong orang. Sedangkan kau A, karena mengharapkan hidup menerima, maka
engkau akan menjadi pengemis yang hidup dari pemberian orang lain."

Hidup memberi menunjukkan bahwa kita memiliki kelebihan, sehingga dapat
menolong orang lain. Hidup menerima menunjukkan kita hidup dalam kekurangan.
Ada pepatah yang mengatakan tangan yang memberi berada di atas tangan yang
menerima.

Dengan bersikap memberi dan melindungi semua mahluk hidup, membantu
mengurangi penderitaan mahluk hidup lainnya, seperti memberi semangat bagi
yang sedang bersedih, turut merasa lapar saat orang lain sedang kelaparan
akan menjadikan bumi yang kita huni ini

sebagai tempat yang menyenangkan.

Dikutip dari buku "Bagaimana menambah kebahagiaan hidup"

Baca Selengkapnya ....

haram hilang seribu halal datang

Posted by Unknown Sabtu, 04 Maret 2006 0 komentar
Mushola kecil itu berdiri kokoh, sebuah istana raja bagi para sufi dan orang miskin, setidaknya mereka akan mendapat tempat berlindung dari terpaan angin malam, hujan dan dinginnya kabut pagi. tak terkecuali bagi mustofa, pemuda lajang nan alim itu pun selalu tak jauh dari mushola kecil itu.



matanya selalu merah dan basah, karena kurang tidur. dia lewatkan malam dan siang hanya untuk berdzikir, bermuhasabah, berdoa dan munajat. sampai pada suatu waktu dia merasa lapar selapar-laparnya. tak kuasa menahan lapar dia keluar dari musola untuk ke kebun mencari orang yang rela mendermakan sedikit dari makanannya. tak ada pohon yang berbuah, tak ada orang yang me-ladang. musim kemarau seakan telah membunuh aktifitas duniawi. terhuyung menahan sakitnya perut, meringis menahan lapar, menangis menahan betapa kering kerontangnya tenggorkan.

berjalan gontai menyusuri kampung yang memang bukan kampungnya, dia hanya tendampar dari satu kampung yang tak pernah dia ingat lagi, meninggalkan kegemilangan materialis demi kesucian hati, mencari hakekat demi ridho ilahi.

rasa lapar itu bagai dorongan jet tempur menyeruak ke ubun-ubun, membuat mata hati tertutup rapat, mencari jalan apapun agar sang perut senang. tak sadar tangan halus nan suci itu meraih tembok pagar rumah orang lain, merayap pelan memasuki rumah yang haram dia masuki tanpa seizin pemiliknya. pintu belakang rumah tak terkunci, selaksa memberi jalan, "masuklah ke perangkapku" bisik setan, pemuda itupun masuk, dilihatnya rumah itu kosong, tercium aroma pisang menyengat hidung "nikmat sekali kan pisang itu?" setanpun tak lelah menggoda.

perlahan tangannya merayap mengambil pisang. degup jantungnya seakan berdebar keras, belum sempat dia memasukan pisang itu ke mulutnya yang suci, teringat sang rosul, yang jauh lebih sulit hidup beliau dari padanya. teringat bahwa pisang ini haram baginya. ingat akan dosa, ingat akan adzab allah, ingat bahwa orang yang punya pisang itu belum tentu tidak lapar saat pulang ke rumahnya.

dia pun lari ke mushola, menangis sejadi-jadinya. mengadu kepada Allah, karena hanya Dialah yang maha perkasa, sang imam pun merasa iba. kalimat indah pelipur lara, satu kalimat dimana hanya dengan keyakinan yang mendalamlah dapat menjadi obat hati.

"tuhan itu maha kaya nak". tersentak pemuda itu, serasa tidak ada harganya seluruh yang ada di bumi ini dibandingkan dengan-Nya. lapar hanya perasaan duniawi, haus hanya karena kita tidak minum. "asalamu`alaikum" suara seorang laki-laki tua dari luar mengejutkan mereka yang sedang berbincang asik. "wa`alaikumsalam". jawab imam dan pemuda itu serentak menengok. "masuk pak mahdi, ayoo sini" kata sang imam sopan.

"pak kiayi, saya ini sudah tua renta, tak ada sanak famili disini, saya punya anak perempuan, ingin kiranya dia mempunyai jodoh yang soleh, sudah saya siapkan tempat untuk mereka". kata pak tua itu lirih.

"pak mahdi, didepan saya ini pemuda sholeh, penyabar dan taat beribadah, kalau pak mahdi setuju, mari kita nikahkan". jawab sang imam, pak mahdi tertegun, melihat penampilan sang pemuda itu. "jangan melihat emas sebelum kau sipuh pak mahdi" kata imam sambil senyum. pak mahdi tersenyum lebar. sementara pemuda terdiam seribu bahasa.

diajaknya mereka berdua ke rumah pak mahdi, seorang wanita sedang menunggu ayah tercintanya. terkejutlah pemuda itu melihat rumah yang akan dia masuki, tapi dia berusaha untuk tenang. dan menceritakannya pada waktu yang tepat. setelah akad nikah, pemuda itu menangis tak kuasa menahan sedih. sang imampun terkejut "kamu kenapa nak?" "aku merasa berdosa pak kiyai".jawabnya sambil terisak.

pak mahdi dan anaknya pun kaget, "kenapa?" tanya mereka serempak. pemuda itupun menceritakan dari awal sampai ahir. pak mahdi merasa sangat bangga pada menantunya, dengan penuh kasih sayang, sang istripun berkata, "kak, kau tinggalkan satu pisang haram, lalu Allah ganti dengan seisi rumah dan pemiliknya yang halal bagimu".

cairo 4 maret 2005
diceritakan sebelum tidur oleh Abdullah
ditulis oleh wasugi.

Baca Selengkapnya ....
Cara Buat Email Di Google | Copyright of Cuma Fiksi.